Welcome Myspace Comments

Rabu, 01 September 2010

Kebudayaan bali

Dalam kebudayaan bali, bali mempunyai nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur budaya bali ,yaitu hal-hal yang dianggap baik dan berharga dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan mencakup satu rentangan unsur-unsur abstrak (intangible culture, unsur budaya tak benda) yang terdiri dari :
1. Unsur Filosofis
Merupakan unsur yang paling dasar dan paling abstrak, berisi hakekat dan kebenaran dasar
2. Unsur Nilai
Merupakan unsur dasar tentang hal-hal berharga dalam kehidupan, umumnya sebagairepresentation collective
3. Unsur Konsep
Merupakan unsur yang lebih instrumental dan lebih dekat ke tataran implementatif
4. Unsur Norma dan Aturan
Merupakan unsur yang terkait dengan kehidupan nyata sehari-hari dan bernilai praksis
Tidak hanya itu saja dalam nilai budaya Bali terdapat konsep Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos), yang selalu dijaga keselarasan keduanya. Dari dua konsep inilah di turunkan menjadi suatu pendekatan dalam tata ruang yang kemudian memberikan pengertian adanya jiwa dalam penataan ruang di Bali yang dikenal dengan konsep Tri Hita Karana yang terdiri dari unsur jiwa, tenaga dan fisik atau nisa dikaitkan dengan Parahyangan (hubungan antara Sang Maha Agung dengan Manusia), Pawongan (hubungan sesama manusia) dan Palemahan (hubungan antara manusia dan alam).
  • Nilai Dasar, yang mencakup nilai religius, nilai estetis, nilai solidaritas (gotong royong) dan nilai keseimbangan.
  • Nilai instrumental, yang mencakup seperangkat sistem nilai yang mendukung dinamika adaptif (supel-luwes-dinamis) dan fleksibel sesuai dengan adigium desa, kala, patra.
Dalam kebudayaan bali Landasan struktural tata ruang memberikan penekanan pada pola keteraturan tata ruang baik secara vertikal maupun horizontal, satu struktur di samping mencerminkan adanya keterbukaan yang dinamis.
Konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan struktur ruang antara lain :
  • Konsep Tri Hita Karana yang terdiri dari Parhyangan (Tuhan, yang berkaitan dengan tempat ibadah/ tempat suci); Pawongan (Manusia, tempat aktivitas masyarakat) serta Palemahan (Lingkungan)
  • Konsep Rwa Bhineda memberikan orientasi (Luan-Teben, Kaja-Kelod) dan juga Laxokeromi (Sakral-Profan, Baik-Buruk)
  • Konsep Tri Bhuwana dan Tri Angga membberikan orientasi vertikal Bhur-Bhwah-Swah dan Uttama, Madhyama, Kanishta
  • Pola Tri Mandala yang memberikan orientasi horizontal Uttama-Madhyama-Kanishta
  • Konsep Nawa Sanga dan Padma Bhuwana memberikan kekuatan dan simbol pada struktur yang menggambarkan adanya pola struktur dan keterikatan antara komponen struktur.
Konsep Dinamika yaitu struktur dalam kebudayaan Bali yang berkaitan dengan ruang, diartikan selain memiliki pola dan keteraturan, juga memiliki sifat supel, luwes dan dinamis
Secara umum , konsep tata ruang tradisional Bali, orientasi sangat menentukan pnataan zoning baik lingkungan rumah banjar maupun lingkungan desa. Orientasi tradisional merupakan orientasi ruang yang dibentuk oleh tiga sumbu yaitu :
  1. Sumbu Religi, berorientasi pada lintasan terbit dan terbenamnya matahari dengan arah kangin sebagai nilai utama (arah terbitnya matahari) dan arah kauh sebagai nilai nista (arah terbenamnya matahari), sedangkan nilai Madya ada di tengahnya.
  2. Sumbu Bumi, berorientasi pada gunung dan laut. Gunung sebagai arah kaja (utara) bagi masyarakat Bali bagian selatan bernilai Utama dan laut atau arah kelod bernilai Nista sedangkan bagi masyarakat Bali utara Kelod adalah ke selatan karena pegunungan ada di tengah-tengah pulau Bali. Arah kelod adalah arah yang menuju ke laut, ke utara di Bali utara dan ke selatan di Bali selatan. Nilai utara ada di arah gunung atau kaja sedangkan nilai nista ada di daerah laut atau kelod, dengan Madya ada di tengahnya.
  3. Sumbu Kosmos, merupakan varian dari sumbu religi dan sumbu kosmos, mempunyai pengertian menek (naik) dana Tuwun (turun), dengan tiga tingkatan tata nilai yang menek (utama), tengah (Madya) dan tuwun (nista).
Ada juga pola tata ruang permukiman tradisional religius Bali, yaitu :
  1. Pola Perempatan Agung, Pola ini terbentuk dari perpotongan sumbu Kaja dan Kelod (ke gunung dan ke laut) dan sumbu Kangin dan Kauh (arah terbit dan tenggelam matahari). Berdasarkan konsep sembilan mata angin (Nawa Sanga) maka daerah timur (kaja-Kangin) yang mengarah ke Gunung Agung diperuntukkan bagi bagian suci (Pura Desa). Pura yang berkaitan dengan kematian (Pura Dalem) dan kuburan desa berada di Barat daya yang mengarah ke laut (kelod-kauh) sedangkan permukiman berada di antara Pura Desa dan Pura Dalem.
  2. Pola Linier, pola ini, konsep sembilan pendaerahan (Nawa Sanga) tidak banyak berperan. Orientasi kosmologi lebih didomonasi oleh arah gunung dan laut (kaja-Kelod) dan sumbu terbit dan tenggelamnya matahari (kangin-kauh). Bagian ujung utara (kaja) suatu permukiman, dperuntukkan bagi Pura Desa, dan di ujung selatan (kelod) diperuntukkan bagi kuburan (Pura Dalem). Di antara batas desa utara dan selatan tersebut merupakan permukiman penduduk dan fasilitas umum berupa Bale Banjar dan Pasar. Pada umumnya pola linier ini terdapat di desa-desa pegunungan.
  3. Pola Kombinasi, merupakan perpaduan antara pola linier dengan pola perempatan agung. Pola permukimannya menggunakan Pola Perempatan Agung, sedangkan sistem peletakkan massa bangunannya mengikuti pola linier. Perumahan dan fasilitas umum terletak pada ruang terbuka yang berada di tengah-tengah permukiman, akan tetapi lokasi daerah yang bernilai utama terletak pada ujung utara (kaja) dan lokasi yang bernilai nista terletak pada ujung selatan (kelod).

Kebudayaan Bali tidak pernah lepas dari hari raya nyepi, hari raya nyepi merupakan pemujaan suci terhadap dewa-dewa. Hari raya ini dilakukan setiap tahun Baru Caka (pergantian tahun Caka). Yaitu pada hari Tilem Kesanga (IX) yang merupakan hari pesucian Dewa-Dewa yang berada di pusat samudera yang membawa inti sarining air hidup (Tirtha Amertha Kamandalu). Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon kehadapan Tuhan Yang Mahaesa, untuk menyucikan Bhuwana Alit (alam manusia) dan Bhuwana Agung (alam semesta).
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.
Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
  • Udeng (ikat kepala)
  • Kain kampuh
  • Umpal (selendang pengikat)
  • Kain wastra (kemben)
  • Sabuk
  • Keris
  • Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas, dan alas kaki sebagai pelengkap.
Dan untuk wanitanya:  Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.
Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:
  • Gelung (sanggul)
  • Sesenteng (kemben songket)
  • Kain wastra
  • Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
  • Selendang songket bahu ke bawah
  • Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
  • Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.

Contoh-sontoh makanan utama dari bali antara lain adalah : 
·         Ayam betutu
·         Jejeruk
·         Sate lilit
·         Grangasem
·         Bebek betutu , dll.
Bukan hanya makanan utama saja bali juga memiliki jajanan yang khas seperti contoh di bawah ini :
  • Bubuh Sagu
  • Bubuh Sumsum
  • Bubuh Tuak
  • Jaja Batun Duren
  • Jaja Begina
  • Jaja Bendu
  • Jaja Bikang
  • Jaja Engol
  • Jaja Godoh
  • Jaja Jongkok
  • Jaja Ketimus
  • Jaja Klepon
  • Jaja Lak-Lak
  • Jaja Sumping
  • Jaja Tain Buati
  • Jaja Uli misi Tape
  • Jaja Wajik
  • Kacang Rahayu
  • Rujak Bulung
  • Rujak Kuah Pindang
  • Rujak Manis
  • Rujak Tibah
  • Salak Bali
Tari
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok; yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung, dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.
Pakar seni tari Bali I Made Bandem pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari modern lainnya.
(saya mengambil dari beberapa referensi seperi, Balichemist, Wikipedia, Dll.)
Read More...
Diberdayakan oleh Blogger.